Nuffnang

Isnin, 23 September 2013

kumpulan hujan - Google Blog Search

kumpulan hujan - Google Blog Search


<b>Hujan</b> dan Senja - Cerpen Remaja - <b>Kumpulan</b> Cerpen Indonesia <b>...</b>

Posted: 16 Sep 2013 10:04 AM PDT

HUJAN DAN SENJA
Cerpen Karya Nay
Senja datang lagi sore ini, kali ini diiringi dengan lagu rintik hujan dengan baunya yang khas. Sandy merapatkan jaket cokelat mudanya, lalu duduk dibawah pohon untuk melindungi tubuhnya dari rintikan hujan. Ia dulu sangat  menikmatinya, sebelum semuanya terjadi. Ia kembali terseret oleh kenangan. Senja itu, sama dengan senja ini, dengan biasan matahari samar-samar nampak warna pelangi muncul di sebelah barat kota Malang, bulan tidak nampak kali ini, hanya ada beberapa awan gelap yang beradu di sudut cakrawala. Persis, seperti kala itu saat sesuatunya terjadi dan ia mulai membenci senja.

Seraya menunggu hujan reda, Sandy akhirnya beranjak menuju suatu tempat makan terkenal di kota Malang. Hampir seluruh tempat duduk warung itu penuh, saat hendak melangkahkan kaki keluar warung tatapannya beradu dengan sosok itu, menawarinya untuk berbagi tempat di sudut ruangan kedai bakso. Aneh bukan? Dulu ia berpisah di saat hujan turun dinaungi cahaya senja dan kini ia harus bertemu lagi dengan sosok itu saat hujan dan senja itu bertemu. Dan disinilah Sandy, berada tepat di hadapan Nata. Sahabat kecilnya dulu yang sudah lama tak pernah ia temui, kini ia bertemu lagi di suatu kedai bakso. Nata tidak suka suasana ini, canggung. Seakan dia dan Sandy bukanlah seorang sahabat yang pernah sangat dekat sebelumnya, bermain sepeda setiap sore di daerah komplek perumahan, memanjat rumah pohon dekat taman, bermalam di rumah Nata walaupun Sandy sempat protes karena kamar Nata dipenuhi warna merah muda. 

Sampai akhirnya keluarga Nata memutuskan untuk pindah karena tuntutan pekerjaan ayahnya. Saat itu, Nata berlri menuju rumah Sandy, mengetuk pintu rumah lebih tepatnya menggedor pintu rumah Sandy.
"Sandy! Aku mau pergi!" Teriak Nata kecil kala itu. Sandy tertawa seraya membuka gagang pintu rumahnya.
"Mau kemana? Ini sudah terlalu sore. Besok saja kita main lagi ke taman!" Ucap Sandy sambil tertawa hingga dilihatnya kedua mata Nata sembab. Lalu Sandy sadar, Nata akan pergi. Ya, bukan sekedar pergi bermain hingga seharian penuh di bawah terik matahari seraya memanjat rumah pohon, bukan. Nata pergi keluar kota, dengan bentangan jarak berkilo-kilometer Sandy ikut menangis. Sandy kecil merengkuh pundak Nata dan berpelukan di depan pintu di bawah naungan cahaya senja yang ikut menangis. Harum genangan air hujan di tanah kini menjadi sesuatu yang paling ia benci. Di ufuk barat terdapat biasan warna pelangi namun tetap tidak dapat mewarna-warnikan harinya sejak saat itu.
"Gimana kabarmu?" Nata memulai pembicaraan. Nata kecil sudah menjadi gadis cantik sekarang. Rambut lurusnya diurai memanjang hingga pinggang, senyum kecilnya menghiasi wajah gadis itu.
"Seperti yang kamu lihat. Kamu bagaimana?"
"Tentu saja baik." Senyumnya mengembang. Lalu sedetik kemudian tawanya pecah. Tangannya bergerak liar memukuli bahu Sandy. Nata bahagia melihat sahabat kecilnya dulu kini tumbuh menjadi laki-laki dewasa. Rambut Sandy yang dibiarkan acak-acakan membuatnya semakin terlihat keren. Sudah berapa lama ia tidak melihat sosok itu? Sudah berapa lama pula waktunya habis untuk memikirkan sosok itu? Apakah dirinya pernah melintas di pikiran lelaki itu walau hanya sebentar? Nata menggenggam erat tangan Sandy dan mengajaknya keluar kedai bakso, dan sekuat apapun Sandy menahan untuk tidak memeluk gadis itu saat itu juga pertahanannya selama ini lepas begitu saja. Sandy merengkuh bahu Nata erat lalu menggenggam tangannya berjalan menembus dinginnya hujan yang menusuk dibawah sapuan cahaya senja.
"Kemana aja, kamu?"
"Aku muter-muter. Aku nyari kamu selama ini. Kamu yang dimana?" Jawab Sandy kesal.
"Aku disini, San." Senyumnya mengembang. Sandy tertawa, betapa bahagianya ia. Kini hujan dengan senja tak lagi dipermasalahkan. Karena hujan dan senja pulalah yang mempertemukan kembali mereka berdua, kala itu mungkin senja dan hujan sudah berjanji suatu saat perpisahan itu akan ada ujungnya dan berganti menjadi pertemuan. Malam itu, Nata memutuskan untuk berbagi cerita di gazebo rumah Sandy. Menghabiskan malamnya hanya untuk sekedar bertukar cerita, saling menggenggam erat tangan hanya untuk sekedar memastikan untuk tidak ada lagi yang pergi diantara keduanya.

Pagi itu Sandy terbangun tepat disamping gadis itu. Nata tersenyum lemah, wajahnya pucat. Tangannya dingin dan seluruh tubuhnya lemas. Sandy terpekik melihat Nata lemah tak berdaya. Dengan segera diraihnya kunci mobil lalu membawa Nata menuju rumah sakit secepat yang ia bisa. Berapa kali Nata meyakinkan Sandy bahwa ia baik-baik saja namun Sandy tak ingin kehilangan Nata lagi kali ini, maka dengan keras kepala dibawanya Nata menuju rumah sakit.


Sandy menghubungi orang tua Nata yang sudah ia anggap sebagai saudara sendiri. Kedua orang tuanya datang menemui Sandy untuk melihat keadaan Nata. Matanya tertutup rapat seolah tak ingin lagi melihat dunia, tangannya tergenggam lemah seakan lelah melawan penyakitnya yang tak pernah Sandy ketahui selama ini. Tubuhnya dingin, seolah tak merasakan lagi pelukan hangat dari Sandy dan kedua orang tuanya. Seluruh ruangan diselimuti suasana duka, tangis pecah dimana-mana. Tetapi Sandy hanya diam, diam dalam kebisuan yang penuh dengan emosi. Menyalahkan dirinya sendiri, kemana ia saat Nata butuh pertolongan? Kemana ia saat Nata mengisi hari-harinya dulu dengan terbaring di rumah sakit? Sandy tak pernah tau apa penyakit Nata, dan tak pernah tahu apa resikonya, hingga ia harus kehilangan Nata sekali lagi.

Sandy masuk ke mobilnya, lalu menemukan buku berwarna biru tua dengan kupu-kupu di sudut kertasnya. Dibukanya, tertera nama Nata di halaman pertama. Lalu dibukanya kembali halaman kedua. Sandy tercekat, fotonya dengan Nata kecil di atas rumah pohon sehari sebelum Nata pindah. Halaman ketiga di bukanya lagi, fotonya di halaman rumahnya ketika Sandy kecil dan Nata kecil harus berpisah, ya tentu saja saat senja dan hujan beradu. Halaman-halaman selanjutnya berisi fotonya dan Nata. Lalu ia sampai pada kertas dimana Sandy sedang berteduh di bawah pohon saat senja dan hujan mempertemukan mereka kala itu. I meet you again, Sandy. You are so cool, and I love the way you look at me. Halaman selanjutnya ditemukan Sandy sedang tertawa di gazebo rumahnya. You look so damn cute, my old bestfriend. You don't know how precious you are in my life, don't you? So just stay with me forever. Sandy mulai meneteskan air matanya, aku tahu Nata, kamu yang tak pernah mengerti betapa berharganya dirimu. Halaman berikutnya terapat foto Sandy ketika ia tertidur semalaman di gazebo rumahnya, Ah, senyum itu. Masih sama saat terakhir kali aku melihatmu tertidur di kasur kamarku saat kita kecil.

Saat itu juga tangis Sandy pecah. Betapa berharganya gadis itu, dan kini ia harus kehilangan gadis itu lagi. Untuk setiap perjuangan mencari Nata selama ini, Tuhan hanya memberikan waktu untuknya selama 1 hari.


Senja kini hadir lagi, menaungi hati Sandy yang penuh dengan emosi. Tetapi tidak diiringi rintikan hujan kali ini. Tidak ada pelangi, tidak ada awan gelap yang beradu di sudut cakrawala. Senja kali ini diiringi bersama silaunya cahaya bulan dan awan cerah yang menggantung di sudut langit bersama bintang yang redup. Sandy memandang langit, bukan senja kali ini yang diiringi hujan tetapi hatinya kali ini yang diiringi badai. Mungkin tugas hujan dan senja sudah selesai, memisahkan lalu mempertemukan Sandy kembali dengan Nata. Lalu mengapa tugas senja kali ini harus lebih kejam? Kemanakah perginya Nata kecil dengan suara riang menyambutnya di depan pintu rumah? Kemana perginya gadis dengan rambut panjang terurai sebahu? Apakah ia harus kehilangan sosok itu lagi? Bukan untuk pertama kalinya, tetapi untuk terakhir kalinya. Karena mulai saat ini, tak akan lagi pertemuan yang mengakhiri perpisahan. Karena ini perpisahan terakhirnya yang tak akan berujung lagi.
PROFIL PENULIS
Judul Cerpen : Hujan dan Senja
Nama : Natania Ayu Sandy
Umur : 14 tahun
Tanggal Kirim : 21/07/2013 8:51:11

Tiada ulasan:

Catat Ulasan